Bismillah.. Ahlan wa sahlan di Blog Q ,Kumpulan tentang semua tugas Teknologi Pendidikan ya disini tempatnya, Yang Baru yang selalu ditunggu Semoga dapat membawa manfaat...!!!
Terima Kasih Telah sudi mampir di blog saya semoga membawa maslahat,,,,,,,,,, ALAMAT: Trosobo Taman Sidoarjo Jawa Timur. Telp: 085731714992 email:saikhul.arif@gmail.com!!!

KUMPULAN PORTOPOLIO

1
PEMBELAJARAN KOLABORASI
Theresia Siwi C.W
Henry Praherdhiono
Kita semuanya terbiasa dengan berprilaku berbeda dengan orang lain saat belajar. Ada saat-saat ketika kita mengingikann sesuatu dengan sendirian. Keinginan untuk berprilaku sendirian mungkin pada saat kita ingin meneliti , membaca buku dll. Namun di saat lain kita memerlukan waktu ketika kita bisa ditantang melalui kompetisi, seperti permainan membutuhkan kinerja regu atau kelompok Seperti para guru, kita dapat merencanakan program-program kegiatan individu di dalam kelas sehingga setiap anak bekerja sendirian dengan tenang. Atau dapat merencanakan program-program bersifat kooperatif di mana anak-anak belajar untuk bekerja sama, seperti anggota regu tergantung satu sama lain dan yang dihargai.
Beberapa penelitian menunjukkan kegiatan belajar mengajar yang bersifat kooperatif mempunyai keuntungan-keuntungan penting dalam membentuk pengetahuan secara bersama dan pembangunan jiwa sosial,

Manfaat dari Pelajaran Kooperatif Berupa Prestasi yang Lebih Tinggi
Piagetian dan pendekatan behaviourist memandang akal sebagai suatu karakteristik dari setiap individu. Teori-teori berikutnya menempatkan penekanan jauh lebih besar di pembangunan sosial daripada akal. Pengamatan atas kecerdasan perorangan yang dilihat sebagai suatu proses di mana individu membangun dan mengorganisir tindakan-tindakan mereka bersama-sama atas lingkungan. Doise dan Mugny (1984) dalam penelitiannya mengemukakan bahwa konflik yang terjadi antara individu dalam kerangka interaksi sosial pengembangan unsur kognitif yang lebih baik. Johnson dalam penelitian kegiatan yang bersifat kooperatif memberikan dukungan terhadap peningkatan prestasi-prestasi akademis yang lebih tinggi dibanding sungguh pelajaran kompetitif atau bersifat perseorangan. Peneliti tersebut sudah menyelenggarakan dua puluh enam studi kelas bahwa melibatkan data prestasi untuk primer dan para siswa sekunder dengan bermacam-macam kemampuan-kemampuan dan dengan variasi waktu, Penelitian tersebut dilakukan pada bidang-bidang yang sesuai dengan kurikulum yang digunakan. Ada bukti dari prestasi yang meningkat lebih tinggi dalam dua puluh salah satu dari dua puluh enam studi.
Johnson, Maruyama, Johnson, Nelson dan Skon (1981) menyelenggarakan suatu meta-analysis dari 122 studi bahwa antara 1924 dan 1981 pelajaran bersifat kooperatif mengalami prestasi-prestasi yang lebih tinggi dibanding pelajaran yang bersifat kopetitif. Teori terbaru, bukti eksperimental dan studi-studi yang diselenggarakan di dalam kelas-kelas semua menyatakan bahwa jika sekolah-sekolah ingin mengembangan kemampuan siswa secara maksimum, maka perlu dikondisikan adanya saling berhubungan di antara anak-anak baik berupa aktivitas yang bersifat kooperatif maupun mengajar ketrampilan-ketrampilan dari pelajaran yang kooperatif. Pengelolaan kelompok dan organisasi akan menjadi lebih penting dibanding pembelajaran dan penyampaikan pengetahuan.
Membutuhkan Pemahaman yang Lebih Dalam
Pelajaran kooperatif dapat pula dilakukan mulai anak-anak di dalam usia pra-sekolah hingga pada dunia profesi. Satu kasus dapat kita angkat seperti kinerja Tim Pengacara. Para pengacara yang bekerja di suatu kasus hukum yang sulit dikerjakan. Kejadian ini sama pada kita, bahwa kita dapat “mengombang-ambingkan” ide-ide di sekitar permasalahan karena dan lebih termotivasi untuk melanjutkan pelajaran, ketika kita bekerja sama. Tentunya dengan kita mau menyadari hal yang berbeda dari pandangan oranglain , bertukar pikiran, bertukar ide untuk mencari jalan keluar dan semua berperan untuk pengembangan ketrampilan-ketrampilan pemikiran dan lebih dalam tingkat pemahaman.
Pembelajaran Menyenangkan
Anak-Anak dan orang dewasa memiliki kemiripan mereka sama-sama mempunyai kesenangan di dalam pelajaran yang bersifat kooperatif. Pengalaman-pengalaman individu sering kali menjadi halangan terhadap pandangan-pandangan individu lain. Dari perbedaan tersebut kita dapat memposisikan diri dalam suatu peran atau kita mengetahui dapat mengelola pemikiran-pemikiran. Yang paling penting dan harus disadari bahwa dalam bekerja bersama-sama tidak diperkenankan meremehkan ide-ide orang lain dan mengunggulkan diri kita sendiri. Hal ini merupakan pengalaman-pengalaman dalam interaksi sosial yang menyenangkan, dimana pebelajar dapat melihat seluruh ketrampilan-ketrampilan pebelajar lainnya, bekerjasama dll
Mengembangkan Ketrampilan Kepemimpinan
Pelajaran kooperatif menyediakan peluang berkesinambungan untuk pengembangan ketrampilan-ketrampilan kepemimpinan. Anak-anak dengan pelajaran model ini mengalami peningkatan kemampuan utuk memahami perspektif siswa lain dan sudah lebih baik mengembangkan ketrampilan-ketrampilan pembelajaran dengan model yang bersifat perseorangan atau yang kompetitif ( Johnson &Johnson 1983, 1987).
Meningkatkan Sikap Positif
Penelitian menunjukkan bahwa ketika lingkungan itu mengizinkan atau membiarkan mereka untuk bekerja sama secara bersifat kooperatif, anak-anak lebih memiliki pandangan yang positif tentang sekolah, pelajaran dan para guru mereka. Lebih lanjut, dengan mengabaikan perbedaan-perbedaan di dalam kemampuan atau latar belakang etnik, anak-anak lebih positif setelah bekerja bersama secara bersifat kooperatif dibanding setelah kerja di dalam struktur-struktur pelajaran bersifat perseorangan atau yang kompetitif. Lingkungan-lingkungan pelajaran bersifat kooperatif juga mendorong harapan-harapan lebih positif pada prilaku kerjasama dengan orang lain dan dalam mengambil bagian dalam memecahkan masalah dilingkungan yang memiliki perbedaan-perbedaan (Tukang tong et al 1980; Johnson &Johnson 1981, 1983, 1987).
Meningkatkan Kekaguman Diri Sendiri
Lingkungan-lingkungan pelajaran bersifat kooperatif dapat meningkatkan tingkat mengagumi diri sendiri di dalam anak-anak. Norem-Hebeison dan Johnson (1981) juga mengemukakan bahwa pelajaran kooperatif mengalami peningkatan proses-proses lebih sehat untuk menurunkan kesimpulan-kesimpulan tentang nilai diri sendirinya, dan bahwa sikap kerjasama cenderung untuk dapat melakukan penerimaan diri sendiri dan evaluasi diri secara positif. Daya saing, sebaliknya, cenderung untuk dihubungkan dengan kebanggan yang bersyarat yaitu dengan keharusan memenangankan untuk dapat melakukan penerimaan diri sendiri, dan suatu situasi-situasi sikap terhadap yang bersifat perseorangan cenderung untuk dihubungkan dengan diri sendiri da bersifat penolakan
Pembelajaran yang Inklusif
Belajar bersama-sama, termasuk yang lain di dalam pelajaran yang bersifat kooperatif menggolongkan dan menyiapkan suatu lingkungan kelas yang kooperatif dengan aktif meningkatkan kepedulian dan rasa hormat untuk yang lain. Termasuk pelajaran bersifat kooperatif adalah terutama penting ketika anak-anak di dalam kelas datang dari latar belakang yang berbeda dan mempunyai suatu cakupan luas dari kemampuan-kemampuan dari setiap individu. Tendensi kesuksesan anak-anak secara individual di dalam kelas-kelas yang reguler memerlukan suatu usaha yang kooperatif. Anak-anak secara khusus dapat memainkan suatu peran yang berharga di dalam kelas tetapi hanya di mana kelas bekerja dengan aktif untuk menerima kehadiran mereka.
Pelajaran bersifat kooperatif juga mempunyai dampak-dampak penting di dalam pengembangan dari rasa hormat timbal balik dan pemahaman lebih baik antara anak-anak perempuan dan anak-anak lelaki. Belajar untuk bekerja sama, pembagian menggolongkan peran-peran dan memecahkan permasalahan di suatu cara yang bersifat kooperatif meningkatkankekaguman diri sendiri karena karena semua anak-anak dan para guru mereka mempunyai satu peran yang dihargai dan yang penting.
Rasa Memiliki Tinggi
Suatu lingkungan pelajaran yang kolaboratif mempunyai potensi luarbiasa bagi anak-anak . Ia menciptakan kepuasan dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan mereka untuk pengenalan dan menjadi anggota melalui keterlibatan mereka dan bermanfaat dalam aktivitas.
Ketrampilan Masa Depan
Ketrampilan-ketrampilan yang bersifat kooperatif perlu bekerja secara efektif di suatu kelompok bersifat penting tidak hanya karena belajar di sekolah-sekolah hanya juga untuk keberhasilan di dalam tempat kerja dan meneruskan orang-orang di rumah.
Bekerjasama Dalam Pembelajaran
Kelas-kelas kolaboratif memiliki tiga prinsip yang penting:
1. Ketrampilan-ketrampilan bersifat kooperatif diajar, berlatih dan umpan balik;
2. Kelas itu didorong untuk mengkoperatifkan suatu kelompok yang terpadu.
3. Individu diberi tanggung jawab.
Strategi berhubungan dengan tiga prinsip-prinsip ini bukanlah saling berkompetisi tetapi berkooperatif . Peningkatan ketrampilan-ketrampilan yang bersifat kooperatif akan juga mempromosikan keterpaduan dan tanggung jawab.
Pengertian Kerjasama
Sebelum menguji masing-masing prinsip ini secara detil, kita perlu untuk membangun apa yang dimaksud dengan istilah kerjasama. Kerjasama sering digunakan dalam hubungan dengan kepatuhan anak-anak dengan otoritas. Kita bisa berkata, 'Kita sedang bekerja sama dengan baik, ketika setiap orang sedang duduk keheningan dan dengan tenang di suatu kelompok. Kerjasama adalah juga digunakan ketika mengacu pada anak-anak dengan tatakrama baik berbagi bahan-bahan mereka. Ini boleh jadi perilaku sosial yang sesuai di dalam keadaan yang tertentu tetapi mereka tidak berarti bahwa anak-anak perlu ambil bagian dalam suatu aktivitas belajar yang bersifat koperastif. Pelajaran bersifat kooperatif bukanlah tentang menyelaraskan. Ia sering kali menyangkut konflik pengetahuan.
Suatu aktivitas yang bersifat kooperatif dapat dikatakan ada ketika dua atau lebih orang-orang sedang bekerja bersama ke arah tujuan yang sama. Kedua unsur esensial di dalam setiap aktivitas yang bersifat kooperatif adalah persamaan tujuan dan saling ketergantungan.
Persamaan Tujuan
Semakin sebangun sasaran dari anak-anak di dalam kelompok, semakin kooperatif aktivitas itu adalah nampaknya akan. Kadang-kadang anak-anak kelihatan untuk bekerja secara bersifat kooperatif ketika meminta ejaan suatu kata atau membagi pensil-pensil selagi menggambar. tetapi mereka boleh jadir mempunyai sasaran mereka sendiri yang terpisah di dalam kasus-kasus ini.
Untuk bekerja secara bersifat kooperatif sasaran anak-anak itu tidak perlu dengan tepat atau hanya mereka harus sebangun. Jika suatu kelas sedang bekerja bersama di sangat menyenangkan dan menarik, tujuan kelompok untuk menghasilkan sangat menyenangkan dan menarik anak-anak yang lain yang di dalam sekolah tersebut akan senang dan menghargai. Masing-masing tujuan anak tidak akan tepat sama. Satu anak boleh ingin menyenangkan guru, yang lain menginginkan perhatian teman sekelas dan yang lain benar-benar menghendaki satu peluang untuk bekerja terang. Tetapi semakin sebangun sasaran semakin bersifat kooperatif aktivitas
Saling Ketergantungan Positif
Unsur esensial yang kedua untuk setiap aktivitas untuk benar-benar bersifat kooperatif saling ketergantungan positif -pandangan berpegang kepada anggota kelompok bahwa mereka hanya dapat berhasil jika mereka bekerja sama. Saling ketergantungan positif antara individu dapat membantu perkembangan di dalam sejumlah jalan.
  • Beri peranan tertentu anggota kelompok untuk melaksanakan peran. Dengan cara ini masing-masing individu mempunyai suatu tugas yang spesifik untuk melaksanakan dan sumbangan semua orang adalah perlu melengkapi tugas dengan sukses.
  • Rincikan tugas ke dalam subtugas untuk melengkapi tugas utama. Masing-masing anggota kelompok diberi suatu subtugas. Keberhasilan sangat tergantung dari masukan anggota kelompok
  • Nilai kelompok sebagai kesatuannya sebagai ganti secara individu. Anak-anak bisa diminta untuk bekerja diejaan mereka berdua, sebagai contoh, dengan satu penilaian dari tiap pasangan.
  • Struktur-struktur tujuan kompetitif dan bersifat kooperatif dapat dikombinasikan dengan kopetisi regu. Kompetisi ini melahirkan/menyebabkan saling ketergantungan positif di dalam kelompok yang kerjasama, tetapi adalah penting bahwa anggota kelompok diubah untuk menghindari persekongkolan-persekongkolan bahwa dapat mengikis keterpaduan kelas dan moral.
  • Bersaing atau melawan secara kooperatif terhadap satu gaya-luar adalah sangat berbeda dari bersaing melawan terhadap satu sama lain.
  • Membuat situasi-situasi di mana kelompok itu harus bekerja sama untuk berhubungan, di dalam aturan-aturan yang dibentuk
Belajar Ketrampilan Bersifat Kooperatif
Ketrampilan-ketrampilan sosial sebagai sebagai ketrampilan dasar. Beri peluang anak-anak untuk mematuhi dan mempraktekkan ketrampilan-ketrampilan bersifat kooperatif dan, dengan dorongan yang sesuai, mereka akan mempelajarinya. Di dalam setiap kelas ada beberapa anak-anak yang pernah memiliki lebih sedikit peluang untuk mempelajari dan mempraktekkan ketrampilan-ketrampilan dibanding anak-anak yang lain, tetapi proses tentang pengajaran ketrampilan-ketrampilan adalah sama untuk semua: buat eksplisit ketrampilan, menyediakan praktek, dan memberi umpan balik; dan mendorong cerminan/pemantulan.
Di dalam kelas yang kolaboratif, guru dan anak-anak secara terus menerus disibukkan dengan proses tentang pengamatan, mempraktekkan dan memberi umpan balik sekitar efektivitas dari ketrampilan-ketrampilan mereka yang bersifat kooperatif.
Pengertian Ketrampilan Bersifat Kooperatif
Ada empat bidang yang di mana ketrampilan-ketrampilan yang bersifat kooperatif diperlukan: pembentukan menggolongkan, bekerja sebagai kelompok, memecahkan masalah sebagai kelompok dan mengolah perbedaan-perbedaan (yang yang didasarkan pada sebagian di Johnson dan Johnson 1986).
Membentuk dan Menggolongkan
Kapan pun diperlukan kita dapat membentuk, memasangkan atau menggolongkan, ketrampilan-ketrampilan bersifat kooperatif. Ini adalah paling nyata ketika kita diminta untuk bekerja dengan yang lain yang kita tidak mengenal atau yang kita melihat sebagai yang berbeda. Di dalam anak-anak umum temukan di dalam kelompok-kelompok dengan sahabat karib, tetapi bentuk wujud lain perlu juga digunakan.
Ada beberapa keuntungan-keuntungan kepada kelompok-kelompok yang heterogen di mana anak-anak dengan ketrampilan-ketrampilan bersifat kooperatif yang khusus dapat bertindak sebagai model-model untuk anak-anak siapa yang akan memperoleh manfaat dengan melihat ketrampilan-ketrampilan ini dalam peran. Di dalam anak-anak kelompok-kelompok yang dicampur mempunyai peluang untuk mempelajari lebih banyak dari jenis kelamin yang berbeda dan dari budaya yang berbeda. Sebagian dari anak-anak ketrampilan mungkin perlu untuk awal bekerja sebagai kelompok termasuk:
  • pembuatan ruang
  • pembuatan pasangan-pasangan
  • pembuatan kontak mata
  • pemahaman kelompok
  • menggunakan suara-suara tenang
  • menggunakan nama-nama kelompok
  • mengambil giliran
  • pembentukan menggolongkan tanpa mengganggu yang lain
  • membiarkan seseorang untuk berbicara
Implementasi Kolaborasi
Dalam menggunakan model tutorial tatap muka dalam aktivitas pembelajaran, dosen diperkenankan untuk membuat model tutorial yang dianggap mampu mengaktifkan atau memancing mahasiswa sesuai dengan kompetensi yang ingin dicapai, karakteristik mata kuliah, karakteristik mahasiswa, serta sarana dan prasarana yang tersedia agar dapat berinteraksi secara maksimal. Jika memang gambaran tentang model tutorial ini belum tersusun secara sistematis, berikut ini terdapat tiga model tutorial yang merupakan contoh, yaitu Model Kooperatif-Aktif 1, Model Kooperatif-Aktif 2, dan Model Kooperatif-Aktif 3.
1. Model Kooperatif-Aktif 1
Model ini sangat sesuai apabila diberikan pada tutorial awal atau untuk materi yang baru. Pada tutorial awal biasanya dosen belum mengetahui penguasaan mahasiswa atas substansi mata kuliah yang ditutorialkan. Model ini efisien dari segi waktu pelaksanaannya, tetapi waktu interaksi antara mahasiswa dengan mahasiswa atau dengan dosen menjadi sedikit.
Model kooperatif-aktif 1 terdiri atas lima langkah, yaitu penyajian materi oleh dosen, diskusi kelompok, pemberian tes/kuis, pelaksanaan silang tanya untuk meningkatkan kemampuan, dan pemantapan oleh dosen. Untuk lebih jelasnya, perhatikan diagram dan gambar berikut.
Diagram 1 : Model Kooperatif-Aktif 1
KEGIATAN DOSEN
LANGKAH
KEGIATAN MHS
· sajikan pokok materi
· siapkan sumber
· simak sajian dosen
· manfaatkan sumber
Adakan diskusi/ kerja kelompok
· berbagi ide & pengalaman
· rumuskan kesimpulan
Berikan tes atau
adakan silang tanya
· Ikuti tes
· Ikuti acara silang tanya
Berikan pemantapan kelompok
Lakukan tindak lanjut




2. Model Kooperatif-Aktif 2
Model ini menjadikan setiap mahasiswa terlibat secara aktif. Masing-masing beraktualisasi melalui interaksi, keterlibatan, dan pemeranan sebagai dosen. Tantangannya, dosen harus pandai mengatur waktu agar skenario dapat terlaksana dengan lancar dan hasil yang baik. Untuk lebih jelasnya, perhatikan diagram berikut.
Diagram 2 : Model Kooperatif-Aktif 2
Kegiatan Dosen
Langkah
Kegiatan Mhs
Siapkan materi
Bentuk kelompok
Bimbing kelompok

KAJIAN BAHAN AJAR (dalam kelompok A)
Duduk dalam kelompok A
Berbagi tugas dalam kelompok, setiap anggota kelompok membaca dan mengkaji bab yang berbeda
Kelompokkan mahasiswa berdasarkan tugas kajian modul
Bimbing diskusi kelompok mahasiswa

DISKUSI KELOMPOK
(B)
Keluar dari kelompok A
Diskusi dengan anggota kelompok yang baru (Kel. B) yang mendapat tugas yang sama
Kelompokkan kembali mahasiswa pada kelompok asal



DISKUSI KELOMPOK (A)


Kembali ke kelompok asal (A) Setiap anggota kelompok menyajikan matari yang sudah dikaji kepada anggota kelompok
Siapkan tes/kuis Berikan tes/kuis

TES/KUIS


PEMANTAPAN
Mengerjakan tes/kuis
Berikan pemantapan
Lakukan tindak lanjut




3. Model Kooperatif-Aktif 3
Model kooperatif-aktif 3 adalah model tutorial yang menekankan tanggung jawab pembelajaran pada mahasiswa. Model ini lebih menonjolkan kemampuan individual atau kemampuan bekerja dalam kelompok. Kekuatan Model terletak pada interaksi yang tinggi, baik antara tutor dengan mahasiswa maupun mahasiswa dengan mahasiswa. Untuk mampu melakukan hal seperti itu, mahasiswa dipastikan harus mempelajari bagian-bagian tersebut sebelum tutorial berlangsung. Model ini sulit diterapkan jika mahasiswa tidak memiliki kesiapan.
Penggunaan model kooperatif-aktif 3 sebaiknya dilakukan ketika tutorial telah berlangsung beberapa kali sehingga mahasiswa sudah menguasai banyak konsep penting mengenai mata kuliah tersebut dan ragam pertanyaan yang mungkin muncul. Mereka juga telah terlatih untuk belajar mempersiapkan diri sebelum datang ke tutorial. Para mahasiswa tersebut juga telah menyadari bahwa konsekuensi ketidaksiapan masing-masing adalah tersendatnya proses tutorial. Untuk lebih jelasnya, perhatikan diagram berikut.
Diagram 3 : Model Kooperatif-Aktif 3
Kegiatan Dosen
Langkah
Kegiatan Mahasiswa
Adakan review materi pokok dengan mengajukan pertanyaan

REVIU MATERI/ IDENTIFIKASI
MASALAH
Simak materi pokok atau unjuk kerja/praktik yang dilakukan oleh mahasiswa
Adakan dan pandu kerja kelompok

BAHASAN MASALAH KELOMPOK


Diskusi/kerja kelompok untuk review permasalahan, temukan jawaban/jalan keluar, dan susun laporan untuk presentasi
Adakan diskusi kelas/pleno, dan catat hal-hal penting untuk penegasan/pelurusan

PRESENTASI HASIL BAHASAN KELOMPOK

Sajikan hasil kerja kelompok dalam diskusi kelas. Tanggapi laporan kelompok lain
Berikan pemantapan atas hasil diskusi kelas dan praktik dan rancang tindak lanjut jika perlu

TINDAK LANJUT

Simak dosen dan siapkan tindak lanjut




2
MENGAJAR KECAKAPAN BEKERJASAMA (Mengupas ide dan bukan kepada orangnya)
Oleh: Akhmad Basori & Rudiardi
Membantu anak-anak selama mereka belajar kecakapan bekerjasama, melatih kecakapan dan belajar untuk memberi dan menerima umpan balik adalah suatu komitmen yang membutuhkan waktu cukup lama. Banyaknya jam pelajaran selama setahun penuh dapat dihabiskan pada kecakapan yang sederhana dari memulai membentuk kelompok dan belajar bagaimana bekerja secara berkelompok. Kelas lainnya mungkin bergerak cepat ke arah pemecahan masalah yang cukup rumit sebagai sebuah kelompok. Cepatnya kemajuan biasanya tergantung pada banyaknya keterbukaan yang anak-anak miliki dalam kecakapan bekerjasama dan bergantung pada umur dan perkembangan mereka. Suatu saat anak-anak terlihat lebih dapat bekerjasama daripada yang lainnya; terkadang setelah beberapa minggu terlihat tidak berada di dalam kelompok manapun juga mulai berjalan dengan bagusnya. Semuanya itu butuh sebanyak satu tahun untuk mengajar kecakapan tersebut dengan baik, dan menurut Johnson dan Johnson (1986), terkadang hingga mencapai dua tahun sebelum kecakapan bekerjasama menjadi sifat dasar yang kedua.
Sebagaimana kita dapat menunjukkan bagaimana membuat surat, mengeja sebuah kata atau membubuhkan tanda baca dalam sebuah kalimat, maka kecakapan bekerjasama juga dapat diajarkan secara cermat. Kita seringkali menganggap (dengan keliru) bahwa anak-anak tahu apa saja yang meliputi dalam kegiatan bekerjasama ketika kita menganjurkan mereka ‘Masuk ke dalam kelompok dan bangun sebuah menara dengan blok’ atau ‘Dalam sebuah kelompok kecil susun jalan terbaik untuk mengukur lapangan bermain’.
Pengamatan pada anak-anak seringkali mengungkapkan satu atau dua anak cakap dalam mengerjakan tugas ketika yang lainnya menjadi ‘pengikut’, terkadang hanya melihat atau sebaliknya ber-ikut serta. ‘Pengikut’ akan beruntung karena belajar bagaimana berkontribusi dalam kelompok. Anak yang cakap, sama halnya dengan yang lain, butuh untuk mengembangkan keterampilan sosial yang memungkinkan mereka untuk masuk dan terlibat dengan lainnya.
Seperti yang telah kita sebutkan dalam Bab 2 kecakapan untuk bekerja secara kooperatip secara berpasangan atau berkelompok dapat diajarkan dengan cara membuat kecakapan bekerjasama tampak jelas, praktek kecakapan bekerjasama dan memberikan umpan balik. Tiga komponen ini dapat terjadi setiap hari. Beberapa guru menyisihkan 15 menit setiap hari untuk mempertunjukkan sebuah kecakapan khusus dan kemudian menyuruh anak-anak untuk mempraktekkannya. Guru lainnya telah menjual ide pengetahuan bekerjasama dan berencana menjualnya hingga 75 sen dalam setiap sehari bersekolah sebagai kegiatan berpasangan atau berkelompok dimana kecakapan bekerjasama diajarkan, dipraktekkan dan diawasi.
Berikut ini anjuran pada bagaimana kecakapan bekerjasama dapat menjadi nampak jelas, dipraktekkan dan umpan balik diberikan pada sebuah kelompok didasarkan pada karya penting Johnson, Johnson dan Holubec (1986).
MEMBINA KECAKAPAN NAMPAK JELAS
Dimulai dengan menanyakan pada anak-anak apa yang mereka lakukan ketika mereka bekerjasama. Daftar ide mereka pada sebuah tabel dan tambahkan ke dalamnya jika ada usulan yang datang lagi dan lagi. Untuk kecakapan ini dan kecakapan bekerjasama yang lainnya nampak jelas, kita dapat menunjukkan contoh-contoh dari kecakapan bekerjasama dengan tindakan, gunakan permainan peranan, membaca atau menceritakan cerita dari kesusasteraan dan tambahkan tabel T. Strategi mengajar ini sekarang akan didiskusikan lebih detil.
MEMBERI CONTOH DENGAN TINDAKAN
Mempertunjukkan kecakapan bekerjasama dengan tindakan dalam dunia bisnis, komite sekolah dan perundingan politik di seluruh dunia dapat disusun. Anjuran berikut ini menggambarkan tentang kecakapan bekerjasama untuk memulai kelompok, bekerja secara berkelompok, memecahkan masalah dan mengatur perbedaan.
· Undang tamu pembicara yang mengandalkan kecakapan bekerjasama dalam melakukan pekerjaannya, misalnya ketua dewan sekolah, wartawan koran, pengemudi taksi, pelayan supermarket, dll.
· Gunakan naskah sandiwara yang dibuat secara komersial atau, lebih baik lagi, menciptakan permainan anda sendiri tentang kerjasama keluarga.
· Analisa tabel atau diagram yang menunjukkan hubungan antara anggota kelompok kerjasama.
Peranan perekam dalam kelompok dapat dijelaskan lebih dahulu dengan mendiskusikan sebuah gambar dari aksi komite masyarakat dengan sebuah alat perekam atau aksi wartawan parlementer/wartawan pengadilan. Kemudian penyajian sebuah daftar tugas perekam dapat diilhamkan pada sebuah tabel untuk diikuti oleh kelompok perekam yang akan datang. Kerumitan dari tiap-tiap peranan dan mempraktekkan kecakapan bekerjasama bergantung pada umur dan pengalaman anak.
PERMAINAN PERANAN
Memulai permainan peranan dapat terjadi secara spontan. Sebagai contoh, setelah anak-anak bekerja secara kelompok dan memperoleh pengalaman yang sukar dalam bekerjasama guru dapat meminta kelompok untuk mencoba lagi sebuah kegiatan khusus. Murid lainnya di kelas dapat melihat, duduk dalam sebuah lingkaran atau dalam bentuk mangkuk ikan, dan beri umpan balik pada keefektifan dari kecakapan bekerjasama. Kelompok kemudian dapat mencobanya lagi, mempertimbangkan kembali usulan dari kelas.
Sebagian besar guru mendapati bahwa permainan peranan adalah sebuah tehnik mengajar yang sangat bagus, terutama ketika mereka berpartisipasi secara sukarela. Menggunakan kecakapan memulai kelompok secara bergiliran, sebagai contohnya. Anak-anak di kelas 1 tidak akan berbagi giliran jadi guru duduk di lantai dengan sebuah kelompok dari dua pengambil giliran yang cakap ketika mereka berdiskusi tentang apa yang mereka lakukan selama liburan. Guru, dengan dua anak lainnya, berlatih mengambil giliran dalam sebuah pola mangkuk ikan emas (goldfish) dengan pemain peran di tengah dan sisanya dalam sebuah bentuk setengah lingkaran yang besar, memperhatikan. Sisa kelas ditumpukan pada kelompok permainan peranan yang kecil. Mereka suka melihat guru sebagai anggota kelompok dan melihat dan memecahkan bagaimana seseorang itu mengambil keputusan tentang mengambil giliran.
Menuliskan kecakapan ‘mengambil giliran’ pada papan tulis memberikan petunjuk pada anak-anak dalam kecakapan khusus yang sedang dipraktekkan. Sebuah daftar dari mengamati tingkah laku anak-anak dapat kemudian ditulis setelah itu. Kita menemukan bahwa membatasi kecakapan menjadi satu untuk setiap permainan peranan dapat memfokuskan perhatian anak pada kecakapan khusus adalah yang terbaik.
MENDISKUSIKAN CERITA
Teoritikus sastra Louise Rosenblatt dan pembaca teoritikus seperti Margaret Meek (1982) dan Frank Smith (1978) mengakui bahwa sastra menyediakan pengalaman yang mirip untuk anak-anak dan serupa orang dewasa.
Meskipun banyak buku-buku didasarkan pada tema orang yang cerdik dan keberanian memenangi kesengsaraan, buku-buku sekarang ini lebih dan lebih banyak lagi berhubungan dengan bekerjasama. Karakter-karakter yang membantu sesama untuk mencapai keberhasilan dalam buku-buku seperti Space Demons dan Skymaze yang dikarang oleh Gillian Rubinstein, dimana anak-anak membaca yang kemudian kelompok dapat mencapai hasil lebih daripada secara perorangan.
Di dalam buku bergambar Swimmy oleh Leo Lionni seekor ikan kecil bergabung dengan ikan kecil lainnya untuk membuat bentuk ikan yang sangat besar untuk mengalahkan seekor hiu yang mengancam. Pertanyaan yang cermat dapat menolong menunjukkan kepada anak-anak arah karakter dalam buku-buku tentang kerjasama ini, membuat keputusan dan memecahkan konflik.
Lampiran 3 (halaman 143) dan lampiran 4 (halaman 145) memiliki daftar dari buku-buku yang memuat tentang kerjasama.
MENGGUNAKAN TABEL
Tabel adalah suatu cara membuat tingkah laku bekerjasama nampak jelas.
Hal ini penting untuk dicatat tingkah laku apa yang menyerupai dan nampak seperti apa sebagai anak yang tidak berpikir tentang apa arti dari mengambil peranan membutuhkan strategi dalam bentuk tingkah laku dan kata-kata untuk memastikan mereka mendapat gilirannya. Kita telah mendengar anak yang sangat pemalu berkata, ‘Saya melihat mata anda secara seksama dan menanyakan jika itu adalah giliranku tetapi anda tidak memberikannya padaku. Ini adalah giliranku sekarang!’. Sebelumnya, anak yang kurang tegas ini tidak akan memiliki ide dan bahasa untuk menuntut haknya mengambil giliran.
Mengambil giliran Menyerupai
Nampak seperti
Menganggukkan kepala Melihat kedua mata Mendengarkan secara seksama
Apakah kamu selesai? Apakah ini giliranku sekarang? Dapatkah aku mengatakan sesuatu sekarang?
Tabel dapat dipajang di dalam kelas untuk mengingatkan anak-anak tingkah laku dalam bekerjasama apa yang menyerupai dan nampak seperti.
3
MEMBENTUK KELOMPOK dan BEKERJA SEBAGAI KELOMPOK
Oleh Danny
Apa yang menjadikan diri kita sebagai manusia adalah cara bagaimana kita berinteraksi satu dengan yang lain dan bagaimana kita belajar berinteraksi dalam kelompok dimana kita bersosialisasi dan belajar. (Johnson & Johnson)
A. Prinsip Dasar Kelompok Kolaboratif
Pembelajaran kolaboratif dapat berlangsung dengan mengingat beberapa prinsip berikut:
  1. Tingkah laku kolaboratif diberi perkuatan dengan menyediakan kondisi interdependensi positif (perasaan merasa jatuh bersama atau bangkit bersama)
  2. Pembentukan kelompok kolaboratif memperhatikan dua elemen penting, yaitu: isi (hal yang dilakukan bersama) dan proses (bagaimana hal tersebut terjadi). Kelompok tradisional hanya memperhatikan isi.
  3. Ketrampilan kolaboratif harus dibuat eksplisit dan dilatihkan. Proses kolaboratif tidak dapat hanya diandaikan sambil lalu.
  4. Para pebelajar harus mengamati dan menganalisis sendiri bagaimana pertumbuhan kemampuan kolaboratif mereka.
  5. Kemampuan kolaboratif para pebelajar harus diperkuat dengan feedback positif yang menunjukkan bagaimana kualitas interaksi mereka dihargai oleh guru.
  6. Pembelajaran kolaboratif memperhatikan dimensi kesetaraan para pembelajar: gender, latar belakang agama-sosial-suku. Keragaman anggota kelompok membuat kemungkinan terjadinya kesatuan anggota kelas semakin besar.
  7. Pembelajaran kolaboratif dapat diaplikasikan baik bagi anak laki-laki atau perempuan.
  8. Peran kepemimpinan dapat dibelajarkan secara bergiliran dalam pembelajaran kolaboratif.
  9. Pengelompokan kolaboratif mengikis kecenderungan persaingan yang biasa terjadi dalam pengelompokan tradisional.
B. Membentuk kelompok kolaboratif
  1. Mengkondisikan para pebelajar: menunjukkan bahwa semua anggota kelas berharga. Guru menyakinkan bahwa ide dari setiap anggota bernilai setara dan berharga. Nilai yang dibangun, misalnya:
berbagi tempat dengan yang lain
duduk melingkar atau berpasang-pasangan
kontak mata
mendengarkan dengan aktif
tetap berada di kelompok
berbicara dengan volume suara rendah
menyebutkan nama dengan tepat (bukan julukan)
mengurangi penyebutan nama julukan
sabar menunggu giliran
tangan dan kaki tidak kemana-mana (tetap tenang)
membentuk kelompok tanpa mengganggu yang lain.
  1. Ketrampilan kolaboratif dijadikan eksplisit: dengan menggunakan T -card guru mengeksplisitkan ketrampilan apa yang harus dinyatakan dalam sebuah pertemuan kelompok. Pertumbuhan ketrampilan ini bernilai penting dalam sebuah proses kolaboratif.
Guru dapat menyajikan aspek kolaborasi yang hendak dibangun kepada para pebelajar. Satu persatu aspek kolaborasi ditampilkan dan dijadikan semacam kesepakatan untuk dipraktikkan tanpa perlu merasa malu dengan teman yang lain, misalnya:
Aspek kolaborasi: Encouragement (Memperhatikan/Membombong)
Arti gerak-gerik:
Gerak-gerik berupa:
Good idea
Great
I like that idea
O.K.
Good
Yes, anything else
Menganggukkan kepala
Mengacungkan jempol
Tersenyum
Mengangkat alis mata
Membuka mata lebar-lebar
Menunjukkan minat
  1. Praktik terus menerus: ketrampilan kolaboratif dipraktikkan dari hari ke hari.
  2. Feed-back: guru memberikan perkuatan berupa pujian, dukungan, atau dorongan dengan menghindari pembanding-bandingan. Feed-back difokuskan pada bagaimana proses kolaboratif terjadi.
  3. Menampilkan observer
C. Menjaga Konsistensi
Guru perlu berefleksi setiap saat:
Apakah ada tujuan bersama di setiap kelompok?
Apakah setiap anggota kelompok telah berbagi untuk mencapai tujuan bersama tersebut?
Apakah setiap anggota kelompok melihat bahwa partisipasi masing-masing dari antara mereka bernilai sama penting?
Apakah feed-back dimaknai oleh para pebelajar?
Apakah ada formulir untuk assessment (pengukuran) atas kolaborasi dalam kelompok?
Maukah kelompok meng-assessment kolaborasi yang terjadi?
D. Bekerja sebagai Kelompok
Jika Anda sabar pada satu saat penuh kemurahan,
maka Anda akan lepas dari seribu hari penuh kesusahan. (pepatah cina)
Peran kepemimpinan mudah diajarkan. Ketika kelompok mengawali peran observer (pengamat) untuk pertama kali, peran observer diperkenalkan pada saat anak-anak sudah merasa nyaman dengan kelompok. Peran-peran kepemimpinan yang lain dapat diperkenalkan secara bertahap. Peran-peran tersebut dapat dilatihkan melalui role-play dengan bantuan T-card. Feed-back dapat memperkuat ketrampilan kolaboratif tersebut.
E. Peran Kepemimpinan
Peran kepemimpinan kolaboratif yang helpful dapat berupa:
Observer: pengamat bertugas mengamati kelompok dan memberikan feed-back atas kerjasama yang terjadinya kolaborasi. Ia suka berkata: silakan berbagi tempat; silakan berbagi ide.
Summariser: penyimpul dapat menceritakan ulang ide-ide yang telah disampaikan oleh anggota kelompok. Ia suka berkata: dua orang teman berkata bahwa...
Recorder: pencatat menuliskan ide-ide yang disampaikan. Ia suka berkata: apakah benar hal ini yang tadi kamu katakan?
Encourager: peneguh mencari ide-ide anggota yang lain, membangun rasa percaya diri mereka. Ia suka berkata: That's a good point. Apakah yang lainsudah mendapat giliran?
Clarifier: penjelas berfungsi mengklarifikasi ide-ide, menyambung ide-ide, meminta bukti-bukti penjelas. Ia suka berkata: apakah yang kamu maksud itu seperti demikian....
Organiser: koordinator berfungsi menjaga anggota kelompok agar tetap pada kerjama, menegaskan tugas yang dikerjakan, mengingatkan anggota agar tetap pada peran masing-masing, menunjukkan poin-poin kesepakatan, memediasi teman-temannya. Ia suka berkata: kamu berdua sepakat untuk hal ini, tapi tidak sepaham dalam hal ini karena...
Challenger: penggugah berfungsi memancing pikiran-pikiran kreatif, mengambil sudut pandang lain. Ia suka berkata: bisakah kalau saya berpikir sebaliknya, yaitu....
Time-keeper: penjaga waktu bertugas mengamati waktu dan memberitahukan jika waktu hampir habis. Ia suka berkata: waktu kerja kita tinggal 10 menit.
Questioner: Perumus pertanyaan membuat pertanyaan terbuka kepada anggota kelompoknya. Ia suka berkata: jika kamu pada posisi itu, apa yang akan kamu lakukan?
Predictor: pembuat prediksi berfungsi membuat pertanyaan yang merangsang peserta untuk mengira-ngira apa yang mungkin terjadi sebagai kesimpulan. Ia suka berkata: Apa yang akan terjadi ya?
F. Pentingnya Role-Play
Role-play bermanfaat untuk menumbuhkan keyakinan para pebelajar bahwa kolaborasi setara-sejajar dalam kelompok adalah penting. Nilai ini dapat dibangun dengan menampilkan peran kontroversial (yang unhelpful), misalnya:
Boss: selalu mencoba menguasai teman-temannya; suka omong banyak tanpa mengindahkan gagasan temannya; suka meremehkan gagasan temannya. Ia suka berkata: listen to me; gagasanku paling baik; kerjakan saja menurut caraku.
Destroyer: pembuat onar berfungsi mematikan semangat kolaborasi; menyepelekan tugas dan menjengkelkan teman. Ia suka berkata: ini pekerjaan membuang waktu. Saya bosan.
Show-off: tukang pamer ide berfungsi mencari perhatian teman dengan cara selalu mengambil kesempatan bicara dan omong kesana-kemari. Ia suka berkata: Lihat itu kan yang tadi saya omongkan; apakah kamu sudah mendengar hal ini; apakah matamu tidak melihatnya?
Crawler: pengambil hati berfungsi sebagai tukang puji walaupun tidak ada alasan yang masuk akal untuk pujian itu. Ia suka berkata: Andi selalu mempunyai gagasan baik; saya ingin sepandai kamu.
Tokoh kontroversial ini dimasukkan kedalam peran kelompok dengan cara meminta salah seorang anggota menjadi sukarelawan mengambil kartu peran. Kartu peran itu tidak boleh diberitahukan ke yang lain. Anggota kelas yang lain menjadi pengamat atas apa yang terjadi dalam interaksi kelompok yang sedang role-play. Mereka harus mengidentifikasi peran yang dimainkan.
4
Problem Solving(Penyelesaian Masalah)
Oleh: Hernora
Tak semua yang dihadapi dapat diubah tapi tak satu pun dapat diubah sampai hal itu dihadapi langsung
-James Baldwin-
Langkah umum memecahkan masalah:
1. Mendefinisikan permasalahan 2. Mengumpulkan informasi 3. Menganalisis data 4. Memilih solusi 5. Mengujicobakan solusi 6. Mengevaluasikan solusi
Skill dalam proses penyelesaian masalah :
1. Mendefinisikan permasalahan 2. Curah pendapat 3. Memperjelas gagasan 4. Mengkonfirmasi gagasan 5. Elaborasi 6. Meramalkan konsekuensi 7. Mengkritisi gagasan 8. Mengorganisasikan informasi
1. Mendefinisikan Permasalahan
§ Merumuskan masalah adalah kemampuan dasar dalam kelompok kolaboratif.
§ Nilai-nilai dan sikap pribadi yang bertabrakan dalam memahami sebuah masalah dapat menghancurkan sebuah kolaborasi
§ Rumusan masalah dapat dibangun melalui konsep 5W 1H (who, what, where, when, why dan how)
2. Curah pendapat
Hal ini dilakukan setelah permasalahan
dirumuskan berupa:
- semua gagasan diterima dan dituliskan
- tidak ada komentar (baik positif / negatif)
- mengatakan semua gagasan walaupun
tidak terlalu yakin
- membangun dari gagasan orang lain
3. Memperjelas gagasan
Dapat dilakukan dengan bertanya:
I'm unclear about that. Tell me what you mean?
4. Mengkonfirmasi gagasan
Hal ini dilakukan untuk menyamakan apa yang dipikirkan oleh si pembicara dan si pendengar
5. Elaborasi
Proses elaborasi adalah proses pendalaman/ mengupas gagasan.
Menerima gagasan pertama
Elaborasi (mengupas)
Mengkonfirmasi gagasan
6. Meramalkan konsekuensi
Contoh Problem: Teman baik saya vegetarian dan kami ingin pergi camping bersama.
Solusi : Konsekuensi
1. Saya tidak makan daging. Tidak fair untuk saya.
2. Mengajak dia makan daging Kasihan dia.
3. Mencari teman lain. Dia teman baik selama
bertahun-tahun
4. Makan sendiri-sendiri Mahal karena untuk 2 orang beda-beda
Memilih solusi: apa boleh buat, no 4 lebih baik
7. Mengkritisi gagasan
Mengkonfirmasi gagasan
Pokok-pokok kesepakatan
Pokok-pokok ketidaksepakatan
Memberikan alasan
8. Mengorganisasikan informasi
a. Graphic Outlines
Life Cycle
Timeline
problem solution
Chart Spider map
b. Jaring Konsep
c. Cluster (pengelompokan)
Cluster adalah perincian lebih lanjut dari jaring konsep
Contoh mengorganisasi informasi
Dengan memakai spider map
5
Managing Differences
Oleh: Diand Degeng Vabio
PENDAHULUAN
Perbedaan opini atau pendapat, pandangan-pandangan yang kontras dan gagalnya penaatan kelompok di dalam kelas adalah sesuatu yang tidak terelakkan dalam proses pembelajaran. Semuanya itu merupakan perbedaan yang pasti akan ditemukan pada setiap individu. Oleh karena itu, langkah-langkah penyelesaian masalah sangat diperlukan dalam mendorong proses pembelajaran. Dalam pembelajaran, diberikan kesempatan untuk mengajarkan ketrampilan-ketrampilan dalam mengelola perbedaan-perbedaan.
Dengan kekompakan dan kerjasama di dalam kelas yang sungguh-sungguh ada harus diperlakukan secara positif. Misalnya, orang dewasa dapat memberikan para remaja tanggung jawab untuk menyelesaikan masalah mereka sendiri. Bagaimanapun, seperti dengan ketrampilan bekerjasama, pebelajar akan belajar dengan baik jika mereka diberikan banyak kesempatan untuk berlatih.
Ketrampilan bekerjasama yang merupakan satu bagian dari usaha penyelesaian masalah belajar telah dibahas pada bab sebelumnya telah mendorong kelompok-kelompok belajar untuk mempelajari pandangan-pandangan alternative sebelum usaha-usaha dilakukan untuk mencapai konsensus. Setelah melakukan tukar pendapat dan pengujian konsekuensi sebagai solusi yang dapat di capai oleh semua anggota kelompok.

PENETAPAN SUDUT PANDANG

Dalam pembelajaran kolaboratif, tentunya pebelajar berbagai memiliki pokok pikiran akan setiap materi yang dibahas di dalam kelas. Dari berbagai pokok pikiran tersebut, pebelajar harus menyatukan pokok-pokok pikiran untuk dapat dipahami oleh pebelajar lain dalam kelompok itu. Ketika menyatakan pendapat, sebaiknya tidak menggunakan kalimat yang dapat menjatuhkan pokok pikiran pebelajar lain. Misalnya, seorang pebelajar lebih baik menggunakan kalimat, “Menurut pendapat saya, ....” daripada menggunakan kalimat “Pendapatmu itu salah/kurang jelas/....” oleh karena itu menyatakan pendapat sangat diperlukan untuk meyakinkan setiap anggota kelompok atau pasangan-pasangan memahami sudut pandang dari masing-masing.
MENCARI SUDUT PANDANG YANG LAIN
Mencari sudut pandang yang lain dalam sebuah kelompok adalah suatu alternatif untuk membantu pebelajar dalam menemukan dan menyelesaikan masalah-masalah yang ditemukan dalam pembelajaran dengan menggunakan sudut pandang yang bersifat alternative tersebut. Sudut pandang yang bersifat alternative tersebut merupakan hal yang dipertimbangkan untuk memecahkan masalah atau pendirian-pendirian yang berbeda di dalam aktivitas pembelajaran.
1. Curah Pendapat
Setiap pebelajar harus menjelaskan masalah apa yang sedang dihadapi dan memastikan ide-ide atau pendapat-pendapat dari pebelajar telah disampaikan.
2. Langkah-langkah Mengelola Perbedaan
a. Membentuk kelompok yang terdiri atas empat orang (kelompok besar).
b. Kelompok besar yang terdiri atas empat orang selanjutnya dibagi dua dan masing-masing pasangan diberi perspektif yang berbeda (pro dan kontra).
c. Setiap pasangan diberi kesempatan untuk mengeluarkan dan mempertahankan pendapat.
d. Setiap pasangan kembali dalam kelompok besar dan mempresentasikan pendapatnya.
e. Setelah selesai presentasi, setiap anggota dalam kelompok besar dapat mulai berdiskusi.
f. Langkah selanjutnya adalah saling bertukar peran untuk mendapatkan perspektif baru.
g. Langkah terakhir, setiap anggota kelompok diminta untuk menyatukan pendapat untuk mencari solusi dan konsekuensinya.
3. Solusi dan Konsekuensi
Dalam mencari solusi, setiap pebelajar pastinya melakukan curah pendapat. Namun, ada kalanya pebelajar mengalami kejenuhan atau kesulitan ketika bertukar pendapat dalam mencari solusi yang tepat dalam pembelajaran. Oleh karena itu, mereka dapat melakukan voting sebagai solusi yang terbaik di dalam memecahkan masalah pembelajaran.
Contohnya solusi pertama: satu lapangan bola dibagi menjadi setengah. Konsekuensinya; a) pemain sepakbola tidak mampu untuk bermain penuh karena jaraknya semakin sempit, b) walaupun lapangan sepak bola sudah dibagi, setiap pemain dapat bermain sepak bola tetapi jaraknya semakin sempit, c) seorang wasit sepak bola tentunya akan memastikan pesepakbola untuk tidak melewati garis batas yang sudah di tentukan.
Contoh solusi berikut: gymnasium dipakai untuk sepakbola. Kemudian konsekuensinya adalah satu hari digunakan untuk gym sedangkan satu hari tidak, dalam arti semuanya mendapatkan kesepakatan yang adil.
4. Pencapaian Kesepakatan (Konsensus)
Dalam pembelajaran kolaboratif, kesepakatan (consensus) untuk menentukan solusi dari proses pembelajaran mungkin akan jelas, tetapi jika kesepakatan di dalam menentukan solusi pembelajaran dari setiap kelompok belajar tidak di temukan, maka voting dimungkinkan untuk menjadi solusi.
Oleh karena itu, dalam setiap cooperative learning, umpan balik menjadi penting dalam belajar kelompok. Cooperative learning digunakan oleh pebelajar menkonfirmasi, klarifikasi, elaborasi, kritisasi dan pencapaian solusi belajar di dalam belajar kelompok.
NEGOSIASI
Negosiasi adalah proses perundingan untuk memberi atau menerima kesepakatan guna mencapai suatu kesepakatan antara satu pihak dengan pihak yang lain. Kadang kesepakatan kata tidak dapat tercapai tanpa negosiasi. Konflik antara pendapat-pendapat yang berbeda seharusnya ditampilkan secara positif karena akan memberikan kesempatan kepada pebelajar untuk menjadi negosiator yang terampil. Langkah-langkah negosiasi sebagai berikut:
1. Menetapkan posisi mana yang diambil oleh pebelajar dan alasannya.
2. Mengklarifikasi posisi orang lain. Contoh kalimatnya adalah “Apa yang anda maksudkan dengan.......?” ini adalah kalimat yang mengklarifikasi posisi sesorang yang tidak pahami. Sedangkan kalimat “Jadi maksud anda.....? adalah ungkapan yang menandakan seseorang sudah mengerti posisi seseorang.
3. Mencari kesamaan dalam perbedaan.
4. Mencari solusi alternatif merupakan suatu proses untuk menemukan solusi-solusi baru. Bertukar pendapat atau bertukar ide sangat berguna dalam hal ini. Bertukar pendapat tidak dievaluasi atau diperiksa tetapi terdaftarkan sebagaimana mereka datang. Jadi, di dalam tukar atau curah pendapat disarankan untuk sebanyak mungkin memberikan solusi.
5. Memilih solusi. Maksudnya solusi yang berhasil atau berhasilnya suatu solusi dapat ditemukan ketika disetujui oleh kedua belah pihak.
MEDIASI
Langkah-langkah yang diambil oleh seorang mediator untuk mencari solusi hampir sama dengan langkah-langkah yang diambil oleh seorang negosiator. Biasanya yang berperan sebagai mediator adalah guru, tetapi tidak menutup kemungkinan pebelajar dijadikan mediator terhadap pebelajar yang lainnya. Peran-peran mediator:
· Tetap objektif, tidak berpihak.
· Mengklarifikasi topic yang sedang dibicarakan.
· Meminta kedua belah pihak untuk menggunakan kata “Saya”, daripada kata “Anda”.
· Meringkas perspektif kedua belah pihak.
· Memetakan konflik dan solusi.
· Membuat perjanjian.
· Memberikan umpan balik yang positif terhadap kedua belah pihak apabila diperlukan.
LANGKAH-LANGKAH MEDIASI
1. Curah Pendapat
Tetap objektif, tidak berpihak, mengklarifikasi topic yang sedang dibicarakan, dan meminta kedua belah pihak untuk menggunakan kata “Saya”, daripada kata “Anda”.
2. Mengklarifikasi Topik yang Sedang dibicarakan
Menanyakan kepada pebelajar untuk melebarkan ide-ide mereka yang tidak jelas. Meringkas ide-ide tersebut untuk mencari kejelasannya.
3. Menciptakan Solusi-solusi Alternatif
Meminta kepada setiap pebelajar untuk meringkas perspektif yang lain. Hal ini membantu pebelajar untuk melihat perpektif yang lain dan mengijinkan mediator untuk mengoreksi pengertian yang salah. Memetakan konflik dengan cara mengelompokan konflik dengan masalah dan solusi, adalah sangat berguna untuk menciptakan solusi alternative.
4. Kesatuan Pendapat
Menanyakan kepada kedua belah pihak kalau ada bagian yang disetujui bersama. Bagian yang disetujui bersama, bisa saja berupa hal kecil. Cobalah untuk menyetujui hal kecil itu, karena itu merupakan langkah awal untuk proses negosiasi selanjutnya.
5. Membuat Perjanjian
Membuat perjanjian dengan kedua belah pihak. Perjanjian ini harus dapat dicapai dan sifatnya jelas dan tergambarkan dengan baik. Kesepakatan verbal lebih cepat dan lebih mudah tetapi sebagian pebelajar membutuhkan keputusan yang jelas dan konkrit.
6. Review dan Refleksi
Review enam langkah yang telah digunakan sehingga kedua belah pihak dapat menggunakan proses ini untuk mengelola konflik tanpa melibatkan guru sebagai mediator.
PENCAPAIAN KONSENSUS (Kesepakatan)
Ada banyak cara untuk mencapai konsensu; 1) setiap orang setuju, 2) voting, 3) menugaskan kelompok-kelompok kecil untuk membuat suatu keputusan, 4) menerima pendapat seseorang yang dianggap ahli, 5) meminta guru untuk memilih diantara alternatif-alternatif yang bisa diterima.
Diamond Ranking
Sembilan pernyataan merepresentasikan pendapat-pendapat yang diberikan kepada masing-masing pasangan. Setiap pasangan mengelompokan pernyataan-pernyataan penting, bagus, ok, tidak penting atau lupakan, dengan menggunakan formasi berlian.
1
2 2
4 4 4
7 7
9
Gagasan yang paling penting diletakan pada puncak berlian yaitu nomor satu. Barisan ke-dua dengan dua angka dua memilki posisi yang sama. Barisan yang ke-tiga dengan tiga angka empat atau barisan yang ada di tengah juga memiliki posisi yang sama. Barisan ke-empat dengan dua angka tujuh memiliki posisi yang sama. Ketika pasangan kelompok telah mengurutkan penryataan-pernyataan tersebut, mereka beralih menuju kelompok besar dan mencoba untuk mencapai kesepakatan yang telah dikelompokan.
Nominal Group Technique
1. Memulai dengan memberikan pertanyaan atau memberikan topik yang sedang dibahas. Misalnya, “Bagaimana cara menghentikan penebangan hutan secara liar?”
2. Setiap orang menuliskan jawaban pada selembar kertas (5 Menit).
3. Notulen mencatat semua ide dan menulisnya dalam kolom (15 Menit).
4. Menyeleksi ide-ide tersebut.
5. Menghitung gagasan.
6. Mengklarifikasi tetapi belum mengevaluasi ide-ide tersebut (15 Menit).
7. Memulai konsensus. Memberikan pada setiap orang lima kartu indeks. Setiap peserta memilih dan menulis satu dari lima ide yang paling penting bagi mereka. Selanjutnya menetapkan dan mengurutkan lima pernyataan sesuai dengan tingkatan yang paling penting. Kemudian kartu tersebut diacak dan diberikan kepada notulen.
8. Hasil yang ditemukan.
9. Merekam ke-lima hasil tertinggi.
10. Kelompok memilih salah satu dari lima hasil yang tertinggi.
CLASS MEETINGS: PRACTICE FOR MANAGING DIFFERENCES
Salah satu cara untuk mempelajari tentang managing differences adalah class meeting. Class meeting dapat diperkenalkan pada anak berusia lima sampai enam tahun. Menurut Glasser (1969) ada tiga tipe class meeting: the social problem-solving meeting, the open-ended meeting, and a curriculum issues meeting.
Forum Belajar
Sebagai topic pembahasan dan dilema menyajikan konteks belajar untuk menyelesaikan masalah-masalah dan mengelola perbedaan, class meeting berguna dalam forum belajar. Pada class meeting, pebelajar dapat memutuskan atau memilih item-item untuk dijadikan suatu agenda yang aktual bagi pebelajar, guru dan kelompoknya.
Peran seorang notulen, convener dan observer dapat diajarkan dengan cepat. Topic-topik yang diberikan secara bertahap berdasarkan prosedur untuk pertemuan dapat membantu pebelajar ketika mereka melakukan pertemuan dengan masalah-masalah yang dimiliki sebelumnya dan diajukan sebagai solusi.
Co-operation
Class meeting akan berfungsi dengan baik ketika guru duduk bersama dengan pebelajar dalam sebuah lingkaran yang rapat. Menetapkan aturan-aturan dari convenor, notulen, dan observer sangat mengharapkan masukan dari setiap anggota class meeting yang diatur secara interpendensi positif. Tugas seorang pebelajar secara individu harus memberikan kontribusi ide dan memilih isu-isu tertentu. Akhirnya, class meeting melibatkan seluruh kelas dan memberikan kontribusi terhadap kekompakan kelas.
DAFTAR RUJUKAN
Susan Hill & Tim Hill. 1990. The Collaborative Classroom: A Guide to Cooperative Learning. Australia: Eleanor Curtain Publishing.
6

Pengaruh Pembelajaran Kooperatif
terhadap Kemampuan Akademik.


Oleh: Alim Sumarno
Satu aspek penting pembelajaran kooperatif ialah bahwa di samping pembelajaran kooperatif membantu mengembangkan tingkah laku kooperatif dan hubungan yang lebih baik di antara siswa, pembelajaran kooperatif secara bersamaan membantu siswa dalam pembelajaran akademis mereka. Slavin (1986) menelaah penelitian dan melaporkan bahwa 45 penelitian telah dilaksanakan antara tahun 1972 sampai dengan 1986, menyelidiki pengaruh pembelajaran kooperatif terhadap hasil belajar. Studi ihi dilakukan pada semua tingkat kelas dan meliputi bidang studi bahasa, geografi, ilmu sosial, sains, matematika, bahasa Inggris sebagai bahasa kedua, membaca, dan menulis. Studi yang ditelaah itu dilaksanakan di sekolah sekolah kota, piriggiran, dan pedesaan di Amerika Serikat, Israel, Nigeria, dan Jerman. Dan 45 laporan tersebut, 37 di antaranya menunjukkan bahwa kelas kooperatif menunjukkan hasil belajar akademik yang signifikan lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok kontrol. Delapan studi menunjukkan tidak ada perbedaan. Tidak satupun studi menunjukkan bahwa kooperatif memberikan pengaruh negatif.
Hasil-hasil penelitian ini menunjukkan bahwa teknik teknik pembelajaran kooperatif lebih unggul dalam meningkatkan hasil belajar dibandingkan dengan pengalaman-pengalaman belajar individual atau kompetitif.
Peningkatan belajar terjadi tidak bergantung pada usia siswa, mata pelajaran, atau aktivitas belajar. Tugas tugas belajar yang kompleks seperti pemecahan masalah, berpikir kritis, dan pembelajaran konseptual meningkat secara nyata pada saat digunakan strategi-strategi kooperatif. Siswa lebih memiliki kemungkinan menggunakan tingkat berpikir yang lebih tinggi selama dan setelah diskusi dalam kelompok kooperatif daripada mereka bekerja secara individual atau kompetitif. Jadi materi yang dipelajari siswa akan melekat untuk periode waktu yang lebih lama.
Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa dalam “setting” kelas kooperatif, siswa lebih banyak belajar dan satu teman ke teman yang lain di antara sesama siswa daripada belajar dan guru. Konsekwensinya, pengembangan komunikasi yang efektif seharusnya tidak ditinggalkan demi kesempatan belajar itu. Metode pembelajaran kooperatif memanfaatkan kecenderungan siswa untuk berinteraksi.
Hasil lain penelitian juga menunjukkan bahwa pembelajaran kooperatif memiliki dampak yang amat positif untuk siswa yang rendah hasil belajarnya (Linda Lundgren, 1994: 6). Mengapa siswa yang bekerja dalam kelompok kooperatif belajar lebth banyak dibandingkan dengan kelas yang diorganisasikan secara tradisional?
Menurut teori motivasi, motivasi siswa pada pembelajaran kooperatif terutama terletak pada bagaimana bentuk hadiah atau struktur pencapaian tujuan saat siswa melaksanakan kegiatan. Pada pembelajaran kooperatif siswa yakin bahwa tujuan mereka tercapai jika dan hanya jika siswa lain juga akan mencapai tujuan tersebut.
Kritik teori motivasi terhadap pengorganisasian kelas secara tradisional adalah bahwa pemberian rangking prestasi belajar yang kompetitif dan sistem penghargaan yang tidak formal terhadap kelas, menciptakan norma kelas yang mempenlemah upaya-upaya akademik, karena keberhasilan seorang siswa mengurangi keberhasilan siswa lainnya (Nur dkk. 1997: 4).
Teori perkembangan mengasumsikan bahwa interaksi antar siswa di sekitar tugas-tugas yang sesuai, meningkatkan penguasaan mereka terhadap konsepkonsep yang sulit. Sementara teori elaborasi kognitif memiliki pandangan yang berbeda. Penelitian dalam psikologi kognitif telah menemukan bahwa supaya informasi dapat disimpan di dalam memori dan terkait dengan informasi yang sudah ada di dalam memori itu, maka siswa haruss terlibat dalam beberapa macam kegiatan restruktur atau elaborasi kognitif atas suatu materi. Sebagai misal membuat ikhtisar dan suatu kuliah merupakan kegiatan yang lebih baik daripada sekedar membuat catatan, karena membuat ikhtisar menghendaki siswa mereorganisasi materi dan memilih materi yang penting. Salah satu cara elaborasi kognitif yang paling efektif ialah menjelaskan materi itu pada orang lain.
Berikut ini diberikan beberapa hasil penelitian yang menanjukkan manfaat pembelajaran kooperatif bagi siswa dengan hasil belajar yang rendah, antara lain (Linda Lundgren, 1994; Nur dkk, 1997) seperti berikut ini
· Meningkatkan pencurahan waktu pada tugas
· Rasa harga din menjadi lebih tinggi
· Memperbaiki sikap terhadap IPA dan sekolah
· Memperbaiki kehadiran
· Angka putus sekolah menjadi rendah
· Penerimaan terhadap perbedaan individu menjadi lebth besar
· Perilaku menganggu menjadi lebih kecil
· Konifik antar pribadi berkurang
· Sikap apatis berkurang
· Pemahaman yang lebih mendalam
· Motivasi lebih besar
· Hash belajar lebih tinggi
· Retensi lebih lama
· Meningkatkan kebaikan budi, kepekaan, dan toleransi.
Secara ringkas dapat disimpulkan bahwa suatu kerangka teoretis dan empirik yang kuat untuk pembelajaran kooperatif mencerminkan pandangan bahwa manusia belajar dan pengalaman mereka dan partisipasi aktif dalam kelompok kecil membantu siswa belajar keterampilan sosial yang penting sementara itu secara bersamaan mengembangkan sikap demokratis dan keterampilan berfikir logis.



Pendekatan-Pendekatan
Pembelajaran Kooperatif


A. Student Teams Achievement Division (STAD)
STAD dikembangkan oleh Robert Slavin dan teman temannya di Universitas John Hopkin, dan merupakan pendekatan pembelajaran kooperatif yang paling sederhana. Guru yang menggunakan STAD, juga mengacu kepada belajar kelompok siswa, menyajikan informasi akademik baru kepada siswa setiap minggu menggunakan presentasi verbal atau teks. Siswa dalam suatu kelas tertentu dipecah menjadi kelompok dengan anggota 4-5 orang, setiap kelompok haruslah heterogen, terdiri dan laki dan perempuan, berasal dan berbagai suku, memiliki kemampuan tinggi, sedang, dan rendah. Anggota tim menggunakan lembar kegiatan atau perangkat pembelajaran yang lain untuk menuntaskan materi pelajarannya dan kemudian saling membantu satu sama lain untuk memahami bahan pelajaran melalui tutorial, kuis, satu sama lain dan atau melakukan diskusi. Secara individual setiap minggu atau setiap 2 minggu siswa diberi kuis. Kuis itu diskor, dan flap individu diberi skor perkembangan.
Skor perkembangan ini tidak berdasarkan pada skor mutlak siswa, tetapi berdasarkan pada seberapa jauh skor itu melampaui rata-rata skor siswa yang lalu.
Setiap minggu pada suatu lembar penilaian singkat atau dengan cara lain, diumumkan tim-tim dengan skor tertinggi, siswa yang mencapai skor perkembangan tinggi, atau siswa yang mencapai skor sempurna pada kuis-kuis itu. Kadang-kadang seluruh tim yang mencapai kriteria tertentu dicantumkan dalam lembar itu. Prosedur ini akan dijelaskan lebih rinci kemudian.
B. Jigsaw
Jigsaw telah dikembangkan dan diuji coba oleh Elliot Aronson dan teman-teman di Universitas Texas, dan kemudian diadaptasi oleh Slavin dan teman-teman di Universitas John Hopkins. Dalam penerapan jigsaw, siswa dibagi berkelompok dengan 5 atau 6 anggota kelompok belajar heterogen. Materi pembelajaran diberikan kepada siswa dalam bentuk teks. Setiap anggota bertanggung jawab untuk mempelajari bagian tertentu bahan yang diberikan itu. Sebagai contoh, jika materi yang diajarkan itu adalah alat ekskresi, seorang siswa mempelajari tentang ginjal, siswa lain mempelajari tentang hati, siswa yang lain lagi belajar tentang paru-paru, dan yang terakhir belajar tentang kulit. Anggota dan kelompok lain yang mendapat tugas topik yang sama berkumpul dan berdiskusi tentang topik tersebut. Kelompok ini disebut kelompok ahli. Dengan demikian terdapat kelompok ahli kulit, ahli ginjal, ahli paru-paru, dan ahli hati.
Selanjutnya anggota tim ahli ini kembali ke kelompok asal dan mengajarkan apa yang telah dipelajarinya dan didiskusikan di dalam kelompok ahlinya untuk diajarkan kepada teman kelompoknya sendiri. Gambar 2 menunjukkan hubungan antara kelompok asal dan kelompok ahli. Menyusul pertemuan dan diskusi kelompok asal, siswa-siswa itu dikenai kuis secara individual tentang materi belajar. Dalam Jigsaw versi Slavin, skor tim menggunakan prosedur skoring yang sama dengan STAD. Tim dan individu dengan skor-tinggi mendapat pengakuan dalam lembar pengakuan mingguan atau dengan cara lain.
C. Investigasi Kelompok (IK)
Investigasi kelompok mungkin merupakan model pembelajaran kooperatif yang paling kompleks dan paling sulit untuk diterapkan. Model ini dikembangkan pertama kali oleh Thelan. Dalam perkembangan selanjutnya model ini diperluas dan dipertajam oleh Sharan dan kawan-kawan dan Universitas Tel Aviv. Berbeda dengan STAD dan Jigsaw, siswa terlibat dalam perencanaan baik topik yang dipelajari dan bagaimana jalannya penyelidikan mereka. Pendekatan ini memerlukan norma dan struktur kelas yang lebih rumit daripada pendekatan yang lebih berpusat pada guru. Pendekatan ini juga memerlukan mengajar siswa keterampilan komunikasi dan proses kelompok yang baik.
Dalam penerapan IK ini guru membagi kelas menjadi kelompok-kelompok dengan anggota 5 atau 6 siswa yang heterogen. Dalam beberapa kasus, bagaimanapun juga, kelompok dapat dibentuk dengan mempertimbangkan keakraban persahabatan atau minat yang sama dalam topik tertentu. Selanjutnya siswa memilih topik untuk diselidiki, melakukan penyelidikan yang mendalam atas topik yang dipilih itu. Selanjutnya menyiapkan dan mempresentasikan laporannya kepada seluruh kelas. Sharan dkk (1984) telah menetapkan enam tahap IK seperti berikut ini.
  1. Pemilihan topik. Siswa memilih subtopik khusus di dalam suatu daerah masalah umum yang biasanya ditetapkan oleh guru. Selanjutnya siswa diorganisasikan menjadi dua sampai enam anggota flap kelompok menjadi kelompokkelompok yang berorientasi tugas. Komposisi kelompok hendaknya heterogen secara akademis maupun etnis.
  2. Perencanaan kooperatif Siswa dan guru merencanakan prosedur pembelajaran, tugas, dan tujuan khusus yang konsisten dengan subtopik yang telah dipilih pada tahap pertama.
  3. Implementasi. Siswa menerapkan rencana yang telah mereka kembangkan di dalam tahap kedua. Kegiatan pembelajaran hendaknya melibatkan ragam aktivitas dan keterampilan yang luas dan hendaknya mengarahkan siswa kepada jenis-jenis sumber belajar yang berbeda baik di dalam atau di luar sekolah. Guru skara ketat mengikuti kemajuan hap kelompok dan menawarkan bantuan bila diperlukan.
  4. Analisis dan sintesis. Siswa menganalisis dan mengevaluasi informasi yang diperoleh pada tahap ketiga dan merencanakan bagaimana inform asi tersebut diringkas dan disajikan dengan cara yang menarik sebagai bahan untuk dipresentasikan kepada seluruh kelas.
  5. Presentasi hasil final. Beberapa atau semua kelompok menyajikan hasil penyelidikannya dengan cara yang menarik kepada seluruh kelas, dengan tujuan agar siswa yang lain saling terlibat satu sama lain dalam pekerjaan mereka dan memperoleh perspektif luas pada topik itu. Presentasi dikoordinasi oleh guru.
  6. Evaluasi. Dalam hal kelompok-kelompok menangani aspek yang berbeda dan topik yang sama, siswa dan guru mengevaluasi tiap kontribusi kelompok terhadap kerja kelas sebagai suatu keseluruhan. Evaluasi yang dilakukan dapat berupa penilaian individual atau kelompok.
Pendekatan Struktural
Pendekatan terakhir dalam pembelajaran kooperatif telah dikembangkan oleh Spencer Kagen dkk (Kagen, 1993). Meskipun memiliki banyak persamaan dengan pendekatan yang lain, namun pendekatan ini memberi penekanan pada penggunaan struktur tertentu yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa. Struktur yang dikembangkan oleh Kagen ini dimaksudkan sebagai alternatif terhadap struktur kelas tradisional, seperti resitasi, di mana guru mengajukan pertanyaan kepada seluruh kelas dan siswa memberikan jawaban setelah mengangkat tangan dan ditunjuk. Struktur yang dikembangkan oleh Kagen ini menghendaki siswa bekerja saling membantu dalam kelompok kecil dan lebih dicirikan oleh penghargaan kooperatif, daripada penghargaan individual.
Ada struktur yang dikembangkan untuk meningkatkan perolehan isi akademik, dan ada struktur yang dirancang untuk mengajarkan keterampilan sosial atau keterampilan kelompok. Dua macam struktur yang terkenal, adalah think-pair-share dan numbered-head-together, yang dapat digunakan oleh guru untuk mengajarkan isi akademik atau untuk mengecek pemahaman siswa terhadap isi tertentu. Sedangkan active listening dan time token, merupakan dua contoh struktur yang dikembangkan untuk mengajarkan keterampilan sosial. Berikut ini akan diuraikan terlebih dahulu think-pair-share.
  1. Think-pair-share
Strategi think-pair-share tumbuh dari penelitian pembelajaran kooperatif dan waktu-tunggu. Pendekatan khusus yang diuraikan di sini mula-mula dikembangkan oleh Frank Lyman dkk dan Universitas Maryland pada tahun 1985. Ini merupakan cara yang efektif untuk mengubah pola diskursus di dalam kelas. Strategi ini menantang asumsi bahwa seluruh resitasi dan diskusi perlu dilakukan di dalam seting seluruh kelompok. Think-pair-share memiliki prosedur yang ditetapkan secara eksplisit untuk memberi siswa waktu lebih banyak untuk berfikir, menjawab, dan saling membantu satu sama lain. Andaikan guru baru saja menyelesaikan suatu penyajian singkat, atau siswa telah membaca suatu tugas, atau suatu situasi penuh teka-teki telah dikemukakan. Sekarang guru menginginkan siswa memikirkan secara lebih mendalam tentang apa yang telah dijelaskan atau dialami. Ia memilih untuk menggunakan strategi think-pair-share sebagai gantinya tanya jawab seluruh kelas. Ia menerapkan langkah langkah seperti berikut ini.
Tahap -1: Thinking (berfikir) Guru mengajukan pertanyaan atau isu yang berhubungan dengan pelajaran, kemudian siswa diminta untuk memikirkan pertanyaan atau isu tersebut secara mandiri untuk beberapa saat.
Tahap-2: Pairing. Guru meminta siswa berpasangan dengan siswa yang lain untuk mendiskusikan apa yang telah dipikirkannya pada tahap pertama. Interaksi pada tahap ini diharapkan dapat berbagi jawaban jika telah diajukan suatu pertanyaan atau berbagi ide jika suatu persoalan khusus telah diidentifikasi. Biasanya guru memberi wakth 4-5 menit untuk perpasangan.
Tahap-3: pada tahap akhir, guru meminta kepada pasangan untuk berbagi dengan seluruh kelas tentang apa yang telah mereka bicarakan. ini efektif dilakukan dengan cara bergiliran pasangan demi pasangan dan dilanjutkan sampai sekitar seperempat pasangan telah mendapat kesempatan untuk melaporkan.
  1. Numberel heads together
Numberel heads together adalah suatu pendekatan yang dikembangkan oleh Spencer Kagen (1993) untuk melibatkan lebih banyak siswa dãlam menelaah materi yang tercakup dalam suatu pelajaran dan mengecek pemahaman mereka terhadap isi pelajaran tersebut. Sebagai gantinya mengajukan pertanyaan kepada seluruh kelas, guru menggunakan struktur empat langkah seperti berikut ini.
Langkah-1: Penomoran. Guru membagi siswa ke dalam kelompok beranggota 3-5 orang dan kepada setiap anggota kelompok diberi nomor antara 1 sampai 5.
Langkah-2: Mengajukan Pertanyaan Guru mengajukan sebuah pertanyaan kepada siswa. Pertanyaan dapat bervariasi. Pertanyaan dapat amat spesffik dan dalam bentuk kalimat tanya. Misalnya “ Berapakah jumlah propinsi di Indonesia?” Atau berbentuk arahan misalnya: “Pastikanlah tiap orang mengetahui 5 buah ibu kota propinsi yang terletak di Pulau Sumatera.”
Langkah-3: Berpikir Bersama Siswa menyatukan pendapatnya terhadap jawaban pertanyaan itu dan meyakinkan flap anggota dalam timnya mengetahui jawaban itu.
Langkah-4: Menjawab Guru memanggil suatu nomor tertentu, kemudian siswa yang nomornya sesuai mengacungkan tangannya dan mencoba untuk menjawab pertanyaan untuk seluruh kelas.
Tabel Perbandingan Empat Pendekatan Dalam Pembelajaran Kooperatif


Assesment
Terhadap Pembelajaran Kooperatif


Penting untuk menggunakan strategi penilaian dan evaluasi yang konsisten tidak hanya dengan tujuan pembelajaran suatu pelajaran tertentu melainkan juga dengan model pengajaran tertentu yang sedang digunakan. Sebagai misal, jika seorang guru sedang menggunakan pengajaran langsung untuk mengajarkan suatu keterampilan tertentu, maka diperlukan tes kinerja untuk mengukur ketuntasan keterampilan itu dan memberikan umpan-balik korektif. Demikian juga, apabila tujuan itu adalah untuk mencapai pengetahuan deklaratif, tes paper-and-pancil sering merupakan alat ukur terbaik untuk mengetahui apakah tujuan itu telah tercapai.
Pada bab pengajaran langsung, penjelasan panjang lebar telah diberikan tentang bagaimana mengukur keterampilan dan pengetahuan deklaratif sederhana. Prosedur penilaian dan evaluasi diuraikan sebagian besar berdasarkan pada asumsi bahwa guru itu sedang menggunakan suatu sistem penghargaan kompetitif atau individualistik. Karena model pembelajaran kooperatif bekerja di bawah struktur penghargaan kooperatif dan karena banyak pelajaran pembelajaran kooperatif bertujuan untuk mencapai pembelajaran kognitif dan sosial yang kompleks, dibutuhkan pendekatan penilaian dan evaluasi .yang berbeda. Beberapa pendekatan itu diuraikan seperti berikut ini
A. Pengetesan dalam Pembelajaran Kooperatif
Untuk STAD dan versi Jigsaw Slavin, guru meminta siswa menjawab kuis tentang bahan pembelajaran. Dalam banyak hal, butir-butir tes pada kuis ini harus merupakan suatu jenis tes obyektif paper-and-pencil, sehingga butir butir itu dapat diskor di kelas atau segera setelah tes itu diberikan. Gambar 5 menunjukkan bagaimana skor individual ditentukan, dan Gambar 6 menunjukkan bagaimana seperti apa lembar penyekoran kuis itu. Slavin 986), pengembang dan sistem penyekoran ini, menjelaskan sistem ini seperti berikut.
Prosedur Penyekoran untuk STAD dan Jigsaw
Besar poin yang disumbangkan tiap siswa kepada timnya ditentukan oleh berapa skor siswa melampaui rata-rata skor kuis siswa itu sendiri di waktu lampau. Siswa dengan pekerjaan sempurna mendapatkan poin perkembangan maksimum, tanpa memperhatikan poin dasar mereka. Sistem perkembangan individual ini memberikan setiap siswa suatu kesempatan balk untuk menyumbang poin maksimum kepada tim jika (dan hanya jika) siswa itu melakukan yang terbaik, sehingga menunjukkan peningkatan perkembangan substansial atau mencapai pekerjaan sempurna. Sistem poin perkembangan ini telah menunjukkan kinera akademik siswa meskipun tanpa tim . . . tetapi ini khususnya penting sebagai komponen STAD karena sistem ini mencegah kemungkinan siswa berkinerja rendah tidak akan diterima sepenuhnya sebagai anggota kelompok karena mereka tidak menyumbangkan poin banyak.
Tidak ada sistem penskoran khusus untuk pendekatan investigasi kelompok. Laporan atau presentasi kelompok dapat digunakan sebagai salah satu dasar untuk evaluasi, dan siswa hendaknya diberi penghargaan untuk dua-duanya, sumbangan individual dan hasil kolektif.
B. Pemberian Nilai dalam Pembelajaran Kooperatif
Dalam pembelajaran kooperatif, guru harus berhati hati dengan cara menilai yang diterapkan di luar sistem penilaian mingguan yang baru- diuraikan di atas. Konsisten dengan konsep struktur penghargaan kooperatif, adalah penting bagi guru untuk menghargai hasil kelompok--dua-duanya hasil akhir dan perilaku kooperatif yang menghasilkan hasil akhir itu. Bagaimanapun juga, tugas penilaian ganda ini dapat menyulitkan guru pada saat guru mencoba menentukan nilai individual untuk suatu hasil kelompok. Sebagai misal, kadang-kadang beberapa siswa ambisius dapat mengambil bagian lebih besar dan tanggung jawab untuk menyelesaikan proyek kelompok dan kemudian merasa diperlakukan tidak adil karena temannya yang hanya memberikan sedikit sumbangan toh menerima evaluasi yang sama. Sama halnya, siswa yang telah mengabaikan tanggung jawabnya terhadap upaya kelompok dapat menunjukkan sikap sinis terhadap suatu sistem yang memberikan penghargaan kepada mereka untuk pekerjaan yang tidak mereka lakukan.
Beberapa guru yang berpengalaman telah menemukan suatu solusi untuk dilema ini dengan memberikan dua evaluasi bagi siswa, satu untuk upaya kelompok dan satu untuk tiap sumbangan seseorang individu. Lembar skor kuis untuk STAD dan Jigsaw
C. Pengakuan terhadap Upaya Kooperatif
Suatu tugas penilaian dan evaluasi penting terakhir yang unik untuk pembelajaran kooperatif adalah pengakuan terhadap upaya dan hasil belajar siswa. Slavin dan para pengembang di Universitas Johns Hopkins menciptakan konsep pengumuman tempel kelas mingguan untuk digunakan dalam STAD dan Jigsaw. Guru (kadang-kadang kelas itu sendiri) melaporkan darn mengumumkan hasil tim dan pembelajaran individual dalam pengumuman tempel mi. Satu contoh dart pengumuman tempel mingguan itu ditunjukkan pada. Gambar berikut.
Contoh Pengumuman Tempel Mingguan
Akhir-akhir ini, kelompok Johns Hopkins cenderung untuk mengurangi persaingan antar tim. Sebagai gantinya menentukan tim pemenang, mereka merekomendasikan pemberian pengakuan tim-tim yang berhasil mencapai kriteria yang ditetapkan sebelumnya untuk mengevaluasi hasil belajar tim. Gambar dibawah menunjukkan kriteria yang digunakan beberapa guru dan sebuah contoh lembar rangkuman kinerja tim.
Penentuan dan Penghargaan skor tim dan lembar rangkuman tim
Para pengembang pendekatan investigasi kelompok memberi pengakuan upaya tim dengan mengutamakan presentasi kelompok dan dengan memperagakan hasil-hasil investigasi kelompok di dalam kelas. Bentuk pengakuan ini malah dapat dipertegas lagi dengan mengundang tamu (orang tua, siswa dan kelas lain, atau kepala sekolah) untuk menyaksikan laporan akhir. Pengumuman tempel yang merangkum hasil-hasil investigasi kelompok kelas dapat juga dihasilkan dan dikirimkan kepada orang tua dan orang-orang lain di sekolah itu dan masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA1997 Classroom Instruction and Management – Chapter 3 Cooperative Learning, McGraw-Hill dalam Mohammad Nur 2005 Pembelajaran Kooperatif PSMS Unesa
PEMBAHASAN DAN HASIL DISKUSI 1
Pembelajaran Kolaboratif (Theresia Siwi, dan Henry Praherdhiono)
Dalam pembelajaran kolaboratif adalah bekerja sama dan sama-sama kerja.
Manfaat dari pembelajaran kooperatif:
1. meningkatkan prestasi yang lebih tinggi
2. memberikan pemahaman yang lebih mendalam
3. menciptakan pembelajaran yang menyenangkan
4. mengembangkan keterampilan kepemimpinan
5. meningkatkan sikap positif
6. meningkatkan kekaguman diri sendiri
7. pembelajaran yang inklusif
8. rasa memiliki yang tinggi
9. saling ketergantungan positif
Implementasi pembelajaran kolaboratif oleh penyaji dibagi dalam 3 model, yaitu model kooperatif aktif 1, kooperatif aktif 2, dan kooperatif aktif 3. Pelaksanaan kegiatan pembelajaran kolaboratif dapat menghindari persaingan yang negatif antar pebelajar. Tanpa disadari oleh guru selama ini, bahwa pembelajaran yang selama ini dilaksanakan telah mendorong sikap pebelajar sebagai individu yang berjiwa kompetisi. Adalah wajar dan baik bila pelajara memiliki jiwa kompetisi. Akan tetapi bila dalam keseharian siswa selalu diliputi rasa persaiangan terus, maka tidak mustahil pebelajar akan memandang teman lainnya sebagai “musuh” yang harus ditaklukan dan dikalahkan.
Salah satu kelebihan penggunaan metode pembelajaran kolaboratif adalah melatih sikap kepekaan sosial pada saat kerjasama dalam kelompok. Sikap “peka” sosial merupakan kondisi kepribadian yang dapat menghargai dan memiliki kepedulian terhadap sesama. Memiliki rasa kepedulian yang tinggi terhadap sesama pebelajar, merupakan salah satu penunjang kegiatan pembelajaran. Dimana seorang pebelajar akan turut memberikan bantuan dan bimbingan terhadap rekan lainnya yang mengalami kesulitan. Sehingga pebelajar tersebut bisa “keluar” dan selamat dari kesulitan yang dihadapi. Sikap seperti ini tentu tidak akan muncul dalam pembelajaran yang menenkankan pada persaiangan dan kompetsi. Oleh karena dalam paradigma persaiangan adalah siapa yang tangguh dan unggul, maka yang akan menjadi pemenang. Semakin sedikit kompetitor, maka semakin besar peluang untuk menjadi pemenang.
Suatu hal yang selama ini terlupakan berkaitan dengan pembelajaran kolaboratif. Indonesia sebagai negara yang “agak terlambat” meskipun dapat dikatakan belum ketinggalan. Oleh karena negara-negara maju sudah menerapkan pembelajaran kolaboratif sudah sejak lama. Tidak mengherankan negara tersebut dapat mencapai kemajuan pesat, dikarenakan mereka sudah bekerja dalam satu kelompok yang dikenal dengan team work. Produk yang dihasilkan tentu memiliki keunggulan-keunggulan tertentu , karena dikerjakan oleh beberapa orang dengan latar keterampilan dan keahlian berbeda. Sehingga memiliki ciri khas dan keunggulan tersendiri. Coba kita bandingkan dengan negara Indonesia, ini belum terjamah dan tergarap dengan baik. Faktor dari semua ini karena sejak beberapa dekade guru di bangsa ini enggan menjadikan belajar secara bekerjasama sebagai bagian pembelajaran yang dapat memecahkan masalah.
Melihat kenyataan seperti ini, hendaknya para pendidik di negeri ini dapat merombak paradigma pembelajaran dari teacher oriented ke pembelajaran student oriented. Kapan dapat terwujud ? Hanya guru dan dosen Indonesia yang dapat menjawab permasalahan ini.
PEMBAHASAN DAN HASIL DISKUSI 2
MENGAJAR KECAKAPAN BEKERJASAMA
Oleh Rudiardi & Akhmad Basori
Dalam pembahasan makalah ini mencoba memberikan pemahaman kepada tenaga pendidik (guru, dosen, pelatih dan instruktur) tentang bagaimana melatih keterampilan dalam menerapkan pembelajaran bekerjasama. Mengajarkan kecakapan bekerjasama terhadap pebelajar, akan lebih berhasil dalam mencapai sasaran bila dilakukan secara langsung kepada pebelajar. Diantara langkah-langkah yang dapat ditempuh oleh guru dalam menuju kecakapan bekerjasama adalah dengan melakukan pembinaan kecakapan yang tampak jelas. Kecakapan yang dimaksudkan disini adalah sikap bagaimana bersikap yang benar dalam bekerjasama, seperti menghargai pendapat orang lain meskipun berbeda dengan pendapat sendiri.
Mengajar kecakapan bekerjasama dapat juga dilakukan oleh guru dengan meminta bantuan orang lain yang memiliki keahlian pada bidang-bidang tertentu, misalnya ; dokter, pengacara, polisi dan lainnya. Kepada mereka dapat dimintakan penjelasan tentang bagaimana cara bekerjasama dalam tugas dan bidangnya masing-masing dalam menyelesaikan suatu pekerjaan. Apa tugas dan fungsi masing-masing bahagian dari profesi seperti polisi, pengacara, dokter bedah, hakim dan lain sebagainya. Selanjutnya bagaimana tugas masing-masing individu dalam menjalankan tugasnya. Kesemua ini dapat memberikan gambaran kepada pebelajar akan bagaimana cara menerapkan bekerjsama dalam sebuah kelompok kerjasama.
Pengalaman untuk dapat mencapai dan memiliki kecakapan dalam bekerjasama dapat dicapai melalui “permainan bermain peran”. Melalui permainan bermain peran, siswa akan memiliki pengalaman bagaimana memerankan jabatan tertentu, tugas dan kewajiban yang harus dilakukan bagaimana serta bagaimana menempatkan diri agar teamnya bisa sukses. Permainan seperti ini dapat mendorong pebelajar memiliki suatu pengalaman yang dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-harinya.
Cara lain yang dapat dilakukan oleh guru dalam memberikan pengalaman bagaimana bekerjasama adalah dengan cara mendiskusikan sebuah cerita yang telah dibaca oleh pebelajar. Pebelajar dapat mendiskusikan sebuah cerita dari berbagai sisi, misalnya karakter tokoh utama pria, karakter tokoh utama wanita, latar ekonomi masyarakat dalam dan sosial budaya. Dari berbagai sudut pandang dalam cerita ini, didiskusikan oleh pebelajar guna memperoleh berbagai kesamaan pemahan tentang isi cerita secara menyeluruh. Dari mendengar dan memperhatikan pendapat sesama pebelajar, maka pebelajar akan sampai pada tahab kesamaan pandangan dari diskusi yang dibangun antar pebelajar.
PEMBAHASAN DAN HASIL DISKUSI 3
MEMBENTUK KELOMPOK DAN BEKERJA SEBAGAI KELOMPOK
Oleh : Danny Firmanto
Salah satu tahapan yang harus dilakukan dalam pembelajaran kolaboratif adalah pembentukan kelompok belajar. Kelompok belajar yang dibentuk hendaklah sebuah kelompok yang bersifat heterogen dalam berbagai sisi. Heterogenitas dalam segi kemampuan intelektual, status sosial, gender maupun keragaman lainnya. Tujuan pembentukan kelompok belajar
PEMBAHASAN DAN HASIL DISKUSI

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "KUMPULAN PORTOPOLIO"

Posting Komentar